Globalisasi? Apakah anda mengetahui apa yang dimaksud globalisasi?
Globalisasi sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan
keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh
dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer,
dan bentuk-bentuk interaksi negara menjadi semakin sempit (menurut wikipedia). yang lain sehingga batas-batas suatu
Jadi bagaimana jika koperasi dikaitkan dengan pasar global dalam era
globalisasi seperti sekarang ini? Memang bagi sebagian orang globalisasi
merupakan suatu momok yang menakutkan yang bisa menenggelamkan negeri
ini dari berbagai aspek. Tetapi Negara ini pun harus bersaing agar tidak
kalah dengan Negara lain dalam pasar global seperti ini.
Sebenarnya globalisasi memudahkan masyarakat antar daerah bahkan
antar Negara dalam mencapai transaksi atau kesepakatan tertentu, tetapi
Indonesia belumlah siap dalam menghadapi pasar seperti sekarang ini
terbukti dengan kalahnya produk-produk dalam negeri dibandingkan dengan
produk asia lainnya terutama Cina.
Ketika globalisasi tidak dapat ditahan lajunya maka akan menindas
sebagian masyarakat Indonesia termasuk beberapa prinsip Negara ini dan
kekuatan Indonesia dalam bidang ekonomi akan terguncang hebat. Hal ini
dikarenakan bebasnya pasal yang mengatur globalisasi di dunia. Cara
supaya mengembalikan kondisi ekonomi Indonesia adalah dengan menguatkan
dan kembali kepada koperasi.
Globalisasi sangat berkaitan erat dengan konsumerisme dan
industrilisasi secara besar-besaran. Jika kemampuan masyarakat Indonesia
dalam menghadapi globalisasi tidak didukung penuh oleh pemerintah maka
akan menimbulkan suatu masalah yang cukup pelik dan akan timbul suatu
situasi krusialitas besar.
Ketika pakar ekonomi dunia David Richardo menggagas tentang
perdagangan bebas dia menyarankan untuk mengimbangi dengan nilai
keunggulan komperatif. Setiap negara harus menunjukkan kelebihan
efisiensinya dalam perdagangan bebas. Tak bisa dihindari, perdagangan
bebas akan terus ada sampai pada akhir zaman. Maka dari itu, negara
harus ikut ambil bagian di dalamnya dengan cara mempertahankan
keorganisasian koperasi.
Dengan koperasi dan produk-produk UMKM dapat diapresiasi dengan adil.
Selama ini proses globalisasi hanya mengeksploitasi profit
sebesar-besarnya. Berbeda dengan kapitalisme, koperasi lebih menjunjung
tinggi kebersamaan karena misinya menyejahterakan anggotanya.
Kemungkinan besar produk-produk lokal dapat ikut terangkat ke permukaan
tanpa selalu pesimistis dengan kekalahannya terhadap produk luar negeri.
Pemerintah harus segera bertindak dan membangkitkan lagi koperasi,
lembaga yang dapat menyesuaikan diri pada lokalitas Indonesia dan
berpihak pada rakyat kecil.
Selain pemerintah, masyarakat juga perlu dalam mewujudkan koperasi
sebagai landasan dalam era globalasasi dewasa ini. Tapi pemerintahlah
yang mempunyai andil besar dalam memajukan koperasi karena Indonesia
harus mensejahterakan rakyatnya dan berkewajiban mendukung penuh UKM dan
koperasi di Indonesia.
Masalah besar di Indonesia tetaplah kemiskinan dan pengangguran
sehingga cara yang paling efektif dalam mengatasi gejolak social
tersebut adalah dengan mengembangkan koperasi dan UKM. Koperasi bisa
membuat masyarakat sejahtera dengan kegunaan antara lain bantuan sosial,
penguatan modal, kredit KUR, dana bergulir, pelatihan, kewirausahaan,
pameran dan sebagainya, yang telah banyak memberikan peluang dan
kemudahan kepada rakyat.
Setiap daerah dan masyarakat seharusnya memiliki rasa percaya diri
bahwa melalui organisasi koperasi, kegiatan ekonomi kooperatif dapat
diperhitungkan keandalan kekuatannya dalam perekonomian global.
Sementara itu, koperasi juga harus mereformasi diri dengan
meninggalkan sifat-sifat yang tidak kooperatif, dan kembali kepada
koperasi yang mengutamakan kepentingan anggotanya dalam arti yang
sebenarnya.
Jika koperasi benar-benar merupakan koperasi yang merakyat, maka
tentunya tidak akan pernah ada program/kegiatan koperasi yang tidak
berkaitan langsung dengan kebutuhan anggota apalagi merugikan anggota.
Setiap produk dan kegiatan usaha koperasi tentunya mendasarkan pada
“persetujuan anggota”. Ini berarti bahwa koperasi tidak mencari
keuntungan, kecuali hanya anggota yang mencari “benefit” lebih besar
dengan bantuan organisasi koperasi. Koperasi berperan serta untuk
mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian
nasional.
Koperasi di Indonesia akan selalu berhadapan dengan ekonomi liberal
tetapi koperasi mempunyai anggota-anggota yang menyumbangkan nilai-nilai
koperasi itu sendiri. menghadapi tantangan globalisasi, koperasi
percaya bahwa semua orang dapat dan seharusnya berupaya keras
mengendalikan nasibnya sendiri. Artinya, harus mampu menolong diri
sendiri.
Menghadapi tantangan globalisasi, koperasi mestinya harus mampu
memberikan kedudukan dan pelayanan kepada anggota atas dasar persamaan.
Dari persamaan, timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik
dalam penggunaan hak, kewajiban dan tanggung jawab.
sumber : http://ferrylaks.wordpress.com/2010/11/02/koperasi-dalam-era-globalisasi/
Friday, October 28, 2011
Monday, October 24, 2011
mengapa koperasi di Indonesia sulit berkembang?
Ini mungkin
pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang paling berani. Pekan lalu, di
acara perayaan ulang tahun koperasi yang ke-60, Presiden mengatakan bahwa tidak
ada tempat bagi sistem perekonomian berbasis kapitalisme dan neoliberalisme di
Indonesia. Alasannya, kata Presiden, kedua ideologi tersebut tidak mampu
menjamin kemakmuran bagi seluruh rakyat. Karena itu, Indonesia memilih ideologi
terbuka yang berkeadilan sosial, dan koperasi merupakan wadah yang paling
ideal.
Ketidakmakmuran yang dikemukakan Pre-siden di hadapan 7.000 anggota dan pengurus koperasi dari seluruh Indonesia adalah masalah ekonomi nasional, yang tentu tak ada sangkut-pautnya dengan paham atau sistem ekonomi. Oleh sebab itu, pernyataan Presiden itu harus kita artikan sebagai sikap keberpihakan pemerintah terhadap koperasi, yang sejak krisis ekonomi 1998 memang kurang mendapat perhatian.
Adapun soal ketidakmakmuran rakyat yang semakin memprihatinkan di negara ini, tidak mudah kita kaitkan dengan koperasi. Kalau mau realistis, harus diakui bahwa koperasi-koperasi kita masih jauh dari sehat dan belum siap memikul beban yang amat berat. Bahkan koperasi yang ada pun, ditaksir berjumlah 138.000, sekitar 30 persen di antaranya ”mati”. Jadi, langkah awal adalah menyehatkan koperasi yang ada. Jika upaya ini berhasil, maka langkah awal meningkatkan kesejahteraan rakyat sudah tercapai.
Ketidakmakmuran yang dikemukakan Pre-siden di hadapan 7.000 anggota dan pengurus koperasi dari seluruh Indonesia adalah masalah ekonomi nasional, yang tentu tak ada sangkut-pautnya dengan paham atau sistem ekonomi. Oleh sebab itu, pernyataan Presiden itu harus kita artikan sebagai sikap keberpihakan pemerintah terhadap koperasi, yang sejak krisis ekonomi 1998 memang kurang mendapat perhatian.
Adapun soal ketidakmakmuran rakyat yang semakin memprihatinkan di negara ini, tidak mudah kita kaitkan dengan koperasi. Kalau mau realistis, harus diakui bahwa koperasi-koperasi kita masih jauh dari sehat dan belum siap memikul beban yang amat berat. Bahkan koperasi yang ada pun, ditaksir berjumlah 138.000, sekitar 30 persen di antaranya ”mati”. Jadi, langkah awal adalah menyehatkan koperasi yang ada. Jika upaya ini berhasil, maka langkah awal meningkatkan kesejahteraan rakyat sudah tercapai.
Kita harus mengakui, pemerintah
telah berbuat banyak untuk memajukan koperasi. Di zaman Presiden Soeharto,
misalnya, ada desakan agar para konglomerat menjual sebagian sahamnya kepada
koperasi. Pemerintah pun membentuk sebuah departemen untuk koperasi. Tapi,
harus diakui, selama ini orientasi dan strategi pembangunan ekonomi pemerintah
lebih mementingkan segi pertumbuhan ekonomi, bukan pemerataan.
Di negara mana pun, termasuk Indonesia, yang menggunakan sistem pasar bebas, tujuan pertumbuhan ekonomi jauh lebih mudah dicapai dibandingkan dua hal tadi. Ini disebabkan dunia usaha, yang berorientasi pada profit dan yang selalu berpedoman pada peningkatan efisiensi terus-menerus, lebih mudah berkembang dalam iklim persaingan pasar bebas. Adalah tugas pemerintah, di negara mana pun juga, untuk memanfaatkan dan mengatur buah pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan rakyatnya.
Kalau dewasa ini kita prihatin bahwa rakyat Indonesia masih jauh dari makmur, itu menunjukkan bahwa pemerintah tidak berhasil memanfaatkan pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan rakyatnya. Artinya, hasil pertumbuhan ekonomi yang telah meningkatkan kekayaan golongan ekonomi ”kuat”, lebih banyak digunakan untuk penumpukan modal. Sedang yang dipergunakan untuk program-program pemerataan masih kurang.
Perkembangan koperasi sebenarnya memerlukan kondisi sistem ekonomi yang memihak pada ”si miskin”, sehingga ada ruang gerak bagi pengembangan kegiatan koperasi. Tetapi strategi pembangunan kita lebih berorientasi pada pertumbuhan yang tinggi, secara tidak langsung ia memihak pada yang kuat karena peranannya sangat besar bagi per-tumbuhan. Sebagai contoh, lihat saja UU Sumber Daya Air dan UU Pertambangan di Kawasan Hutan. Dua UU ini lebih mengutamakan prinsip kapitalisme ketimbang kemakmuran rakyat. Inilah yang mungkin membuat koperasi tidak berkembang.
Indonesia memang bukan menganut kapitalisme, istilah yang dipakai untuk menamai sistem ekonomi Barat sejak runtuhnya feodalisme pada abad ke-16. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kita sulit lepas darinya. Saham, bursa efek, suku bunga, hak paten, dan lainnya merupakan produk kapitalis. Bahkan Bukopin, yang sahamnya dimiliki induk koperasi, justru memanfaatkan pasar modal untuk mendapatkan dana murah. Padahal semua orang tahu,pasar modal adalah salah satu simbol dari sistem kapitalisme.
Di negara mana pun, termasuk Indonesia, yang menggunakan sistem pasar bebas, tujuan pertumbuhan ekonomi jauh lebih mudah dicapai dibandingkan dua hal tadi. Ini disebabkan dunia usaha, yang berorientasi pada profit dan yang selalu berpedoman pada peningkatan efisiensi terus-menerus, lebih mudah berkembang dalam iklim persaingan pasar bebas. Adalah tugas pemerintah, di negara mana pun juga, untuk memanfaatkan dan mengatur buah pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan rakyatnya.
Kalau dewasa ini kita prihatin bahwa rakyat Indonesia masih jauh dari makmur, itu menunjukkan bahwa pemerintah tidak berhasil memanfaatkan pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan rakyatnya. Artinya, hasil pertumbuhan ekonomi yang telah meningkatkan kekayaan golongan ekonomi ”kuat”, lebih banyak digunakan untuk penumpukan modal. Sedang yang dipergunakan untuk program-program pemerataan masih kurang.
Perkembangan koperasi sebenarnya memerlukan kondisi sistem ekonomi yang memihak pada ”si miskin”, sehingga ada ruang gerak bagi pengembangan kegiatan koperasi. Tetapi strategi pembangunan kita lebih berorientasi pada pertumbuhan yang tinggi, secara tidak langsung ia memihak pada yang kuat karena peranannya sangat besar bagi per-tumbuhan. Sebagai contoh, lihat saja UU Sumber Daya Air dan UU Pertambangan di Kawasan Hutan. Dua UU ini lebih mengutamakan prinsip kapitalisme ketimbang kemakmuran rakyat. Inilah yang mungkin membuat koperasi tidak berkembang.
Indonesia memang bukan menganut kapitalisme, istilah yang dipakai untuk menamai sistem ekonomi Barat sejak runtuhnya feodalisme pada abad ke-16. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kita sulit lepas darinya. Saham, bursa efek, suku bunga, hak paten, dan lainnya merupakan produk kapitalis. Bahkan Bukopin, yang sahamnya dimiliki induk koperasi, justru memanfaatkan pasar modal untuk mendapatkan dana murah. Padahal semua orang tahu,pasar modal adalah salah satu simbol dari sistem kapitalisme.
sumber : http://www.majalahtrust.com/indikator/trust/1417.php
mengapa koperasi di Indonesia sulit berkembang?
Ini mungkin
pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang paling berani. Pekan lalu, di
acara perayaan ulang tahun koperasi yang ke-60, Presiden mengatakan bahwa tidak
ada tempat bagi sistem perekonomian berbasis kapitalisme dan neoliberalisme di
Indonesia. Alasannya, kata Presiden, kedua ideologi tersebut tidak mampu
menjamin kemakmuran bagi seluruh rakyat. Karena itu, Indonesia memilih ideologi
terbuka yang berkeadilan sosial, dan koperasi merupakan wadah yang paling
ideal.
Ketidakmakmuran yang dikemukakan Pre-siden di hadapan 7.000 anggota dan pengurus koperasi dari seluruh Indonesia adalah masalah ekonomi nasional, yang tentu tak ada sangkut-pautnya dengan paham atau sistem ekonomi. Oleh sebab itu, pernyataan Presiden itu harus kita artikan sebagai sikap keberpihakan pemerintah terhadap koperasi, yang sejak krisis ekonomi 1998 memang kurang mendapat perhatian.
Adapun soal ketidakmakmuran rakyat yang semakin memprihatinkan di negara ini, tidak mudah kita kaitkan dengan koperasi. Kalau mau realistis, harus diakui bahwa koperasi-koperasi kita masih jauh dari sehat dan belum siap memikul beban yang amat berat. Bahkan koperasi yang ada pun, ditaksir berjumlah 138.000, sekitar 30 persen di antaranya ”mati”. Jadi, langkah awal adalah menyehatkan koperasi yang ada. Jika upaya ini berhasil, maka langkah awal meningkatkan kesejahteraan rakyat sudah tercapai.
Ketidakmakmuran yang dikemukakan Pre-siden di hadapan 7.000 anggota dan pengurus koperasi dari seluruh Indonesia adalah masalah ekonomi nasional, yang tentu tak ada sangkut-pautnya dengan paham atau sistem ekonomi. Oleh sebab itu, pernyataan Presiden itu harus kita artikan sebagai sikap keberpihakan pemerintah terhadap koperasi, yang sejak krisis ekonomi 1998 memang kurang mendapat perhatian.
Adapun soal ketidakmakmuran rakyat yang semakin memprihatinkan di negara ini, tidak mudah kita kaitkan dengan koperasi. Kalau mau realistis, harus diakui bahwa koperasi-koperasi kita masih jauh dari sehat dan belum siap memikul beban yang amat berat. Bahkan koperasi yang ada pun, ditaksir berjumlah 138.000, sekitar 30 persen di antaranya ”mati”. Jadi, langkah awal adalah menyehatkan koperasi yang ada. Jika upaya ini berhasil, maka langkah awal meningkatkan kesejahteraan rakyat sudah tercapai.
Kita harus mengakui, pemerintah
telah berbuat banyak untuk memajukan koperasi. Di zaman Presiden Soeharto,
misalnya, ada desakan agar para konglomerat menjual sebagian sahamnya kepada
koperasi. Pemerintah pun membentuk sebuah departemen untuk koperasi. Tapi,
harus diakui, selama ini orientasi dan strategi pembangunan ekonomi pemerintah
lebih mementingkan segi pertumbuhan ekonomi, bukan pemerataan.
Di negara mana pun, termasuk Indonesia, yang menggunakan sistem pasar bebas, tujuan pertumbuhan ekonomi jauh lebih mudah dicapai dibandingkan dua hal tadi. Ini disebabkan dunia usaha, yang berorientasi pada profit dan yang selalu berpedoman pada peningkatan efisiensi terus-menerus, lebih mudah berkembang dalam iklim persaingan pasar bebas. Adalah tugas pemerintah, di negara mana pun juga, untuk memanfaatkan dan mengatur buah pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan rakyatnya.
Kalau dewasa ini kita prihatin bahwa rakyat Indonesia masih jauh dari makmur, itu menunjukkan bahwa pemerintah tidak berhasil memanfaatkan pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan rakyatnya. Artinya, hasil pertumbuhan ekonomi yang telah meningkatkan kekayaan golongan ekonomi ”kuat”, lebih banyak digunakan untuk penumpukan modal. Sedang yang dipergunakan untuk program-program pemerataan masih kurang.
Perkembangan koperasi sebenarnya memerlukan kondisi sistem ekonomi yang memihak pada ”si miskin”, sehingga ada ruang gerak bagi pengembangan kegiatan koperasi. Tetapi strategi pembangunan kita lebih berorientasi pada pertumbuhan yang tinggi, secara tidak langsung ia memihak pada yang kuat karena peranannya sangat besar bagi per-tumbuhan. Sebagai contoh, lihat saja UU Sumber Daya Air dan UU Pertambangan di Kawasan Hutan. Dua UU ini lebih mengutamakan prinsip kapitalisme ketimbang kemakmuran rakyat. Inilah yang mungkin membuat koperasi tidak berkembang.
Indonesia memang bukan menganut kapitalisme, istilah yang dipakai untuk menamai sistem ekonomi Barat sejak runtuhnya feodalisme pada abad ke-16. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kita sulit lepas darinya. Saham, bursa efek, suku bunga, hak paten, dan lainnya merupakan produk kapitalis. Bahkan Bukopin, yang sahamnya dimiliki induk koperasi, justru memanfaatkan pasar modal untuk mendapatkan dana murah. Padahal semua orang tahu,
Di negara mana pun, termasuk Indonesia, yang menggunakan sistem pasar bebas, tujuan pertumbuhan ekonomi jauh lebih mudah dicapai dibandingkan dua hal tadi. Ini disebabkan dunia usaha, yang berorientasi pada profit dan yang selalu berpedoman pada peningkatan efisiensi terus-menerus, lebih mudah berkembang dalam iklim persaingan pasar bebas. Adalah tugas pemerintah, di negara mana pun juga, untuk memanfaatkan dan mengatur buah pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan rakyatnya.
Kalau dewasa ini kita prihatin bahwa rakyat Indonesia masih jauh dari makmur, itu menunjukkan bahwa pemerintah tidak berhasil memanfaatkan pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan rakyatnya. Artinya, hasil pertumbuhan ekonomi yang telah meningkatkan kekayaan golongan ekonomi ”kuat”, lebih banyak digunakan untuk penumpukan modal. Sedang yang dipergunakan untuk program-program pemerataan masih kurang.
Perkembangan koperasi sebenarnya memerlukan kondisi sistem ekonomi yang memihak pada ”si miskin”, sehingga ada ruang gerak bagi pengembangan kegiatan koperasi. Tetapi strategi pembangunan kita lebih berorientasi pada pertumbuhan yang tinggi, secara tidak langsung ia memihak pada yang kuat karena peranannya sangat besar bagi per-tumbuhan. Sebagai contoh, lihat saja UU Sumber Daya Air dan UU Pertambangan di Kawasan Hutan. Dua UU ini lebih mengutamakan prinsip kapitalisme ketimbang kemakmuran rakyat. Inilah yang mungkin membuat koperasi tidak berkembang.
Indonesia memang bukan menganut kapitalisme, istilah yang dipakai untuk menamai sistem ekonomi Barat sejak runtuhnya feodalisme pada abad ke-16. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kita sulit lepas darinya. Saham, bursa efek, suku bunga, hak paten, dan lainnya merupakan produk kapitalis. Bahkan Bukopin, yang sahamnya dimiliki induk koperasi, justru memanfaatkan pasar modal untuk mendapatkan dana murah. Padahal semua orang tahu,
pasar modal adalah salah satu simbol dari sistem kapitalisme.
cara memajukan koperasi di Indonesia
CARA MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA: MULAI DARI
APA YANG SUDAH ADA
Dalam kondisi sosial dan ekonomi
yang sangat diwarnai oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan
juga kedudukan koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh
perannya dalam kegiatan usaha (bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha
koperasi tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran
koperasi sebagai lembaga sosial. Isyu strategis pengembangan usaha
koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal berikut :
1.
Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan
prinsip koperasi.
Beberapa koperasi pada beberapa
bidang usaha sebenarnya telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik,
bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang
bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk
usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar untuk usaha tahu dan tempe,
serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar kecamatan wilayah kerjanya
masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk
dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip
perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah
berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam melaksanakan
kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) merupakan
indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan tetap
mempertahankan prinsip koperasi. Jika tidak diantisipasi kondisi ini pada
gilirannya akan mengaburkan tujuan pengembangan koperasi itu sendiri.
2.
Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.
Hal yang menonjol adalah dalam
interaksi koperasi dengan bank. Sifat badan usaha koperasi dengan
kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak berkesesuaian (compatible) dengan
berbagai ketentuan bank. Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi
dengan menjadikan individu (anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan
bank (contoh : kredit KKPA). Hal yang sama juga terjadi jika koperasi
akan melakukan kontrak usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini
berhubungan erat dengan aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat
badan usaha perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya
kurang terakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut
badan usaha selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Hal ini
terlihat misalnya dalam peraturan perundangan tentang perbankan, perpajakan,
dan sebagainya.
3. Mengatasi
beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk
berkembang.
Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan
kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura:
bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan
sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak
ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi
oleh sebuah koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi
mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan
teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat
dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai
permasalahan tersebut.
4.
Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi
masalah usaha dengan membentuk koperasi.
Beberapa pengusaha kecil jamu di
daerah Surakarta dan sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku
(ginseng) yang pasokannya dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha
tersebut juga masih harus bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat
memperoleh bahan baku tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak
dengan pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama
juga dihadapi oleh pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan
baku ‘inti-besi’-nya, atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang
sering mempermainkan persyaratan presisi produk yang dihasilkan.
Contoh-contoh diatas memberi gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk
koperasi cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan dan
kebutuhan para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak terjadi pada
berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.
5.
Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.
Konsentrasi pengembangan usaha
koperasi selama ini banyak ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan
(badan usaha). Tantangan untuk membangun perekonomian yang kooperatif
sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan
kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya
telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha
yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan
kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan
organisasi, potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara
primer dan sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara
lain, koperasi telah kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya
adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi.
Mengenai hubungan koperasi primer dan sekunder di Indonesia, saat ini banyak
yang bersifat artifisial karena antara primer dan sekunder sering mengembangkan
bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak jarang justru saling bersaing.
6.
Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.
Kemampuan usaha koperasi :
permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup
banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun
masih sering bersifat parsial, tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan
kebutuhan. Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan
untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih
tepat dan dibutuhkan.
7.
Peningkatan Citra Koperasi
Pengembangan kegiatan usaha koperasi
tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui
bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan.
Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap
koperasi. Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang
penuh dengan ketidak-jelasan, tidak profesional, Ketua Untung Dulu,
justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak
mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya. Di media massa, berika
negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya
(PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita
yang bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai
daerah cukup banyak dan berarti. Citra koperasi tersebut pada
gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun
perkembangan koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang
‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di
koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya
dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bahkan
sebagai sesuatu yang ‘sudah seharusnya’ demikan. Memperbaiki dan
meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang
harus segera mendapat perhatian.
8.
Penyaluran Aspirasi Koperasi
Para pengusaha umumnya memiliki
asosiasi pengusaha untuk dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya,
bahkan juga sekaligus sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan
meningkatkan keunggulan posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah.
Asosiasi tersebut juga dapat dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha,
wahana pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan
internasional. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi
wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas. Hubungan
keorganisasian vertikal (primer-sekunder : unit-pusat-gabungan-induk koperasi)
tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau keinginan anggota
koperasi atau koperasi itu sendiri. Kelembagaan yang diadakan pemerintah
untuk melayani koperasi juga acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk
menyalurkan aspirasi, karena sebagian aspirasi tersebut justru berhubungan
dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. Demikian pula dengan
kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang terdengar
kiprahnya. Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang
dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan
berbagai kepentingannya.
Sumber pustaka :
kondisi perkoperasian Indonesia saat ini
Definisi Koperasi
Koperasi adalah merupakan
singkatan dari kata ko / co dan operasi / operation. Koperasi adalah suatu
kumpulan orang-orang untuk bekerja sama demi kesejahteraan bersama. Berdasarkan
undang-undang nomor 12 tahun 1967, koperasi indonesia adalah organisasi ekonomi
rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang-orang, badan-badan hukum
koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan.
Sejarah
koperasi di Indonesia
Sejarah singkat
gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari
usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya.
Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi
dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya
sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan
beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong
dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896
seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri
(priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang
makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman
dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi
kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya
diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil
mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian.
Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin
menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank
tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa
yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen
dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun
berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu
berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa
tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung
desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai
dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyak Indonesia (BRI).
Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang
Pemerintah.
Pada zaman Belanda
pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Namun, pada tahun
1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk
yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang
menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya
koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang
untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia
merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947,
pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Kondisi
Perkoperasian Saat Ini
Metrotvnews.com, Jakarta: Pengamat
perkoperasian, Sularso, menilai wadah gerakan koperasi yakni Dewan Koperasi
Indonesia (Dekopin) sampai saat ini belum mampu bekerja secara optimal.
"Belum semua pengurus dan perangkat organisasi Dekopin seperti sekretaris jenderal dan dewan pakar mampu menyumbangkan pemikiran dengan efektif untuk pengembangan koperasi," kata Sularso di Jakarta, Jumat (31/12).
Ia mengatakan, Dekopin belum mampu berkontribusi dalam dinamika pemikiran tentang upaya pemecahan masalah dan kebijakan pengembangan koperasi kecuali dinamika dalam melaksanakan APBN.
Selain itu, ia berpendapat fungsi advokasi Dekopin juga tidak banyak dilakukan sampai sejauh ini. "Kita tidak pernah melihat Dekopin melakukan aksi demonstrasi, misalnya," katanya.
Menurut dia, pelaksanaan APBN belum tentu efektif dalam memberikan sumbangan bagi pengembangan koperasi di tanah air.
Ke depan, Sularso menyarankan agar dilakukan perbaikan kinerja Dekopin dengan meletakkan dasar-dasar kemandirian dan memanfaatkan segala sumber daya yang berguna untuk pengembangan koperasi.
"Hal yang juga penting adalah mengarahkan penyusunan dan penggunaan APBN agar dapat lebih efektif memberikan sumbangan bagi pengembangan koperasi," katanya.
Sularso menilai sampai saat ini citra koperasi dalam pandangan masyarakat umum masih kurang baik.
Meskipun masyarakat sebagian besar telah menganggap koperasi dalam konotasi yang positif tetapi cukup banyak kejadian yang memperburuk citra koperasi seperti pengurus yang tidak bertanggung jawab dan melarikan tabungan anggota atau nasabah. Hal itu terutama banyak terjadi di kalangan koperasi simpan pinjam.
"Karena kegiatan di luar simpan pinjam tidak berkembang, masyarakat menganggap bahwa perekonomian dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa koperasi. Ada atau tidak ada koperasi bagi mereka dianggap sama saja," katanya.
Sularso menyarankan agar dilakukan pengkajian tentang sebab keterpurukan koperasi sebagai bahan penyusunan kebijakan pengembangan koperasi ke depan.
Selain itu, perlu diambil langkah untuk mencegah penyimpangan dalam koperasi simpan pinjam, merevitalisasi koperasi fungsional, dan memperbaiki kinerja koperasi yang bergerak di sektor riil termasuk meningkatkan kegiatan ekspor koperasi.(Ant/BEY)
"Belum semua pengurus dan perangkat organisasi Dekopin seperti sekretaris jenderal dan dewan pakar mampu menyumbangkan pemikiran dengan efektif untuk pengembangan koperasi," kata Sularso di Jakarta, Jumat (31/12).
Ia mengatakan, Dekopin belum mampu berkontribusi dalam dinamika pemikiran tentang upaya pemecahan masalah dan kebijakan pengembangan koperasi kecuali dinamika dalam melaksanakan APBN.
Selain itu, ia berpendapat fungsi advokasi Dekopin juga tidak banyak dilakukan sampai sejauh ini. "Kita tidak pernah melihat Dekopin melakukan aksi demonstrasi, misalnya," katanya.
Menurut dia, pelaksanaan APBN belum tentu efektif dalam memberikan sumbangan bagi pengembangan koperasi di tanah air.
Ke depan, Sularso menyarankan agar dilakukan perbaikan kinerja Dekopin dengan meletakkan dasar-dasar kemandirian dan memanfaatkan segala sumber daya yang berguna untuk pengembangan koperasi.
"Hal yang juga penting adalah mengarahkan penyusunan dan penggunaan APBN agar dapat lebih efektif memberikan sumbangan bagi pengembangan koperasi," katanya.
Sularso menilai sampai saat ini citra koperasi dalam pandangan masyarakat umum masih kurang baik.
Meskipun masyarakat sebagian besar telah menganggap koperasi dalam konotasi yang positif tetapi cukup banyak kejadian yang memperburuk citra koperasi seperti pengurus yang tidak bertanggung jawab dan melarikan tabungan anggota atau nasabah. Hal itu terutama banyak terjadi di kalangan koperasi simpan pinjam.
"Karena kegiatan di luar simpan pinjam tidak berkembang, masyarakat menganggap bahwa perekonomian dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa koperasi. Ada atau tidak ada koperasi bagi mereka dianggap sama saja," katanya.
Sularso menyarankan agar dilakukan pengkajian tentang sebab keterpurukan koperasi sebagai bahan penyusunan kebijakan pengembangan koperasi ke depan.
Selain itu, perlu diambil langkah untuk mencegah penyimpangan dalam koperasi simpan pinjam, merevitalisasi koperasi fungsional, dan memperbaiki kinerja koperasi yang bergerak di sektor riil termasuk meningkatkan kegiatan ekspor koperasi.(Ant/BEY)
Sumber Pustaka
Subscribe to:
Posts (Atom)