Monday, April 2, 2012

masalah penegakan hukum di Indonesia saat ini



Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia adalah negara hukum. Semua tingkah dan perilaku rakyat Indonesia sudah diatur menurut kaidah hukumnya, yaitu UUD 1945. Namun seperti yang kita tahu juga penegakan hukum di Indoensia saat ini belum sesuai seperti yang kita harapkan. Hukum di Indonesia terlihat masih pincang baik dari system dan penegakannya sendiri.
            Kalau boleh ditelisik, ambil saja kasus korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan beberapa waktu lalu. Apa kalian masih mendengar kelanjutan beritanya? Atau jangan-jangan Gayus sudah keluar dari penjara? Begitulah penegakan hukum di negeri ini. Jika ada masalah yang sedang in  pasti gembar-gembor di berbagai media. Sekarng media semakin mau jadi seluruh lapisan masyarakat di negeri ini bisa dengan mudah memperoleh iformasi walaupun tidak bisa dipungkiri pemberitaa di media juga terkadang terlalu berlebihan.
            Kembali lagi ke kasus Gayus. Saat kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus terungkap, semua media memberitakan tentang siapa itu Gayus, bagaimana ia bisa melakukan hal tersebut dan pertanyaan lainnya. Tidakkah kalian menyadari bahwa kasus Gayus terebut adalah satu dari ribuan kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.
            Menurut saya, Gayus sedang ‘tidak beruntung’. Karena sebenarnya yang melakukan hal keji seperti Gayus atau bahkan lebih parah dari Gayus itu tidak kalah banyaknya. Namun disini bukan berarti saya memihak kepada Gayus karena bagaimana pun perbuatan penggelapan pajak Negara tetap saja tidak dibenarkan.
            Benang merahnya tak lain tak bukan adalah lemahnya penegakan hukum di Indonesia saat ini. Kalau saja semua elemen masyarakat dan pemerintah bekerjasama untuk mewujudkan apa yang benar-benar disebut Indonesia sebagai Negara hukum pastinya kasus seperti Gayus sudah terungkap semua. Tidak adanya lagi perbuatan korupsi yang merajalela di bangsa ini. Dan kasus seperti Gayus tidak terulang kembali di kemudian hari.
            Gayus adalah salah satu dari contoh cerminan dari hukum yang sedang berlaku di Indonesia ini. Ada lagi kasus lainnya yang mungkin membuat kita merasa miris.seperti yang kita tahu belakangan terjai kasus pencurian sandal seorang polisi yang dilakukan anak umur dibawah tahun dengan keterbelakangan mental. Sebut saja namanya AAL.
            AAL sendiri diancam hukuman 5 tahun kurungan penjara walaupun pada akhirnya sekarang AAL sudah dikembalikan ke orangtuanya. Coba bayangkan! Pencurian sepasang sandal butut saja bisa mendapat ancaman hukuman 5 tahun seperti itu tapi bagaimana dengan para pencuri uang rakyat di negeri kita ini? Walaupun tetap saja saja tidak membenarkan apapun segala bentuk pencurian.
            Kasus Gayus seolah hilang dan muncullah kasus Nazarudin dan wisma atlet di Palembang. Semua seolah saling tuding sana tuding sini, melemparkan masalah dari satu tangan ke tangan lain tanpa ada yang mau mengakui siapa pelakunya. Seperti tidak ada habisnya. Seperti anak kecil padahal sudah dewasa.
            Saya sempat berpikir bagaimana kelajutan kasus persidangan Gayus yang sudah sauh terdengar suaranya. Jangan-jangan para penegak hukum itu sendiri menerima ‘suap’ juga dari Gayus? Entahlah, tapi rasanya keadilan hanya dimiliki para pemilik kuasa yang mempunyai banyak uang. Sampai-sampai mereka bisa membeli hukum dengan uang. Lantas kalau sudah begini, apa fungsi adanya hukum? Hukum itu bukan sebagai hiasan. Saya ingatkan sekali lagi bahwa Indonesia adalah Negara hukum!
            Untuk itu, kita dapat mengusulkan kiranya sistem peradilan kita dievalusasi dan diadakan perubahan mendasar agar proses peradilan dan produk putusan pengadilan dapat ditingkatkan menjadi lebih bermutu dan benar-benar menjamin keadilan daripada yang ada sekarang. Misalnya, kita mesti memperbaiki kondisi-kondisi untuk menjamin independensi peradilan secara benar dan memperbaiki sistem peradilan yang menjamin mutu putusan seperti dengan menerapkan kebijakan pembatasan perkara di Mahkamah Agung sambil memperkuat kedudukan dan peranan Pengadilan Tinggi di setiap ibukota provinsi. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, di lingkungan peradilan, sebaiknya segera diadakan sistem kamar dalam penanganan perkara, tidak lagi sistem majelis seperti yang dipraktikkan selama ini. Dengan sistem kamar itu, perkara-perkara (i) pidana, (ii) perdata umum, (iii) bisnis, (iv) agama, (v) tatausaha Negara, dan (vi) militer dapat ditangani secara professional oleh hakim yang memang mengusasi bidang hukum terkait.
            Demikian pula dengan aparat dan aparatur penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembelaaan, dan pemasyarakatan juga perlu segera direformasi secara mendasar. Polisi, sejak berpisah dari TNI (ABRI) tentu harus mengubah wataknya menjadi organisasi sipil. Pendekatannya jangan lagi militeristik. Polisi adalah pengayom masyarakat bukan bermusuhan dengan masyarakat. Kejaksaan dan lembaga-lembaga penuntut khusus lain, yaitu KPK juga harus lah bertindak professional sebagai lembaga penegak keadilan, bukan sekedar merupakan lembaga penegak peraturan. 
         Yang tidak kalah peliknya juga adalah profesi advokat yang masih jauh dari idealitas profesionalnya sebagai penegak hukum. Apalagi sampai sekarang, persatuan para advokat dalam wadah tunggal sampai sekarang juga terus menghadapi kendala yang para advokat sendiri tidak juga kunjung dapat menyelesaikannya sendiri. Padahal para advokat mengimpikan watak independensi yang kokoh bagi kedudukan professional mereka. Namun, jika para advokat justru tidak dapat menyelesaikan sendiri masalah internal mereka, apa alasannya untuk mencegah agar fungsi-fungsi Negara yang relevan ikut berperan jikalau kepentingan rakyat dan negara justru menuntut berfungsinya organisasi tunggal para advokat yang oleh UU Advokat telah dikukuhkan sebagai aparat penegak hukum?
            Memang memerlukan usaha ektra keras untuk memperbaiki seluruh tatanan system penegakan hukum di Indonesia. Pemerintah tanpa suap. Partisipasi masyarakat sebagai warga hukum yang baik juga turu mensukseskan Indonesia sebagai Negara hukum yang bersih dan adil. Yang jelas hukum itu hitam atau putih bukan abu-abu. Hukum itu benar atau salah bukan ragu-ragu. Dibela karena benar dan takut karena salah.

sumber: http://monaliasakwati.blogspot.com/2011/01/kondisi-negara-hukum-di-indonesia.html

1 comment: