Undang-undang perlindungan konsumen sejauh ini menurut saya masih sering diabaikan oleh pihak-pihak produsen yang  ingin mencari keuntungan yang besar tanpa memperhatikan apa-apa saja yang  menjadi hak seorang konsumen. Contohnya, ada segelintir produsen yang hanya menjual  barang dagangannya tanpa memperhatikan kualitas dari barang yang  dijualnya.
Saya  sebagai pelaku bisnis yang sedang merintis usaha, menyadari bahwa  konsumen harus dimanjakan seolah-olah mereka adalah raja. Saya tidak  ingin konsumen hanya membeli barang saya saja setelah itu kontak  terputus. Ini bukan semata-mata keuntungan kontinyu yang ingin saya  keruk tapi saya lebih mementingkan integritas dari bisnis yang saya  jalankan.
 Perilaku  masing-masing konsumen satu sama lain berbeda-beda. Ada yang ingin  benar-benar dilayani dengan cara menjawab pertanyaan yang mereka ajukan  tentang suatu produk, ada yang harus melihat secara fisik dari suatu  produk yang ingin mereka beli, ada juga yang langsung deal hanya dengan  melihat barang dagangan. Oleh karena itu dibutuhkan kesabaran dan  kelihaian bagi para produsen sendiri agar tidak kehilangan pelanggan dan  membuat pelanggan terus menerus membeli produk kita. Tentu saja dengan  memperhatika UU perlindungan konsumen. 
 Tanggung jawab pemerintah dalam melindungi konsumen selama ini masih sangat terlihat kurang efektif, lemah dan tidak tegas. Masih banyak konsumen yang dirugikan baik dalam hal barang maupun jasa. Banyak faktor yang menyebabkan lemahnya kondisi dan kedudukan konsumen di Indonesia, salah satu faktor utamanya adalah tingkat pengetahuan hukum dan kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya. Kelemahan ini terjadi karena pendidikan untuk meningkatkan kesadaran konsumen masih dirasa sangat kurang menyentuh masyarakat atau konsumen secara luas. Upaya untuk meningkatkan pendidikan bagi para konsumen harus terus dilaksanakan.
 Selanjutnya mengenai persoalan perlindungan konsumen sangat mungkin terkait dengan adanya perdagangan bebas karena pengaruh globalisasi, apalagi siklus perdangangan yang semakin cepat dapat memicu timbulnya ketidakjelasan terhadap perlindungan konsumen pada saat ini. Apalagi ditunjang dengan teknologi canggih, produsen mampu menghasilkan kapasitas produksinya melebihi batas normal yang dapat memicu persaingan antar produsen tidak sehat dan berdampak kepada perlindungan hak konsumen.
 Keterpurukan nasib konsumen “makin lengkap” dengan maraknya praktik-praktik usaha yang tidak sehat/curang dalam berbagai modus dan bentuknya di berbagai sektor atau tahap perniagaan. Berbagai kecurangan (bahkan kejahatan) pelaku usaha sudah dimulai dan dapat terjadi sejak tahap proses produksi, pemasaran, distribusi, sampai dengan tahap konsumsi. Seringkali praktik usaha semacam ini dilakukan dengan alasan untuk bertahan dalam/memenangkan persaingan usaha atau guna melipatgandakan keuntungan. Di samping itu lemahnya pengawasan oleh instansi pemerintah atau penegak hukum terkait, berdampak pada tumbuhnya praktik usaha yang unfair tersebut yang akhirnya melahirkan kerugian di tingkat konsumen.
 Persoalan perlindungan konsumen mungkin ada kaitannya dengan adanya perdagangan bebas untuk masa mendatang, apalagi siklus perdangangan yang semakin cepat dapat memicu timbulnya ketidak jelasan terhadap perlindungan konsumen pada saat ini, apalagi produsen saat ini ditunjang dengan teknologi canggih yang membuat kapasitas produksinya melebihi batas normal dapat memicu persaingan antar produsen tidak sehat dan berdampak kepada perlindungan hak konsumen.
Akhirnya, semua kembali lagi kepada kesadaran lapisan masyarakat dan pemerintahan untuk terus meningkatkan kinerja dan pelayanan sesuai dengan UU perlindungan konsumen. Karena percuma saja jika hanya salah satu pihak yang berupaya namun di pihak lain terus melakukan tindakan yang melanggar UU perlindungan konsumen.
No comments:
Post a Comment